Pondok pesantren se-Sumatera Barat menolak bantuan dan tak akan
bekerjasama dengan yayasan milik Pengusaha sekaligus Ketua Partai
Persatuan Indoneisa (PERINDO) tersebut. Pesantren di Ranah Minang juga
tersinggung dengan penggunaan nama pesantren pada Yayasan Penyantun
Pesantren (YPP) milik Harry Tanoe.
Pimpinan-pimpinan pondok pesantren di Sumbar juga mengajak daerah-daerah
lain untuk melakukan hal serupa, sehingga pesantren sebagai benteng
terakhir umat Islam di Indonesia bisa terpelihara independensinya.
“Tak ada makan siang yang gratis. Pesantren jangan sampai kecolongan.
Biar melarat asal aqidah dan agama Islam tidak tergadai. Yakinlah, tak
ada bantuan yang tulus dari pihak non-muslim untuk umat Islam,” ujar
Ketua Umum Majlis Ulama Indonesia (MUI) Sumbar, Gusrizal Gazahar dalam
sambutannya.
Pimpinan Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang Fauziah Fauzah
El-Muhammady yang menginisiasi pertemuan koordinasi itu menjelaskan,
penggunaan istilah pesantren untuk nama YPP dipandang melecehkan
pesantren-pesantren di Indonesia.
Peserta pertemuan meminta Menkum & HAM agar meninjau ulang nama
yayasan milik Harry Tanoe dan dideklarasikan awal bulan ini di Gedung
MNC Financial Center, Jakarta.