Nama Jane Christina Simangunsong belakangan menjadi buah bibir netizen
penghuni dunia maya. Produser sebuah program acara Metro TV ini
diketahui kerap mengeluarkan kicauan-kicauan yang sarat dengan kebencian
dan mendiskreditikan.
Jane, pemilik akun twitter terverifikasi @janes_cs pada akhirnya minta
maaf. Ia mengaku khilaf dan mengatakan kicauan kacaunya itu dibuat pas
masih duduk di bangku kuliah. Sekarang, ia menonaktifkan akun
Twitternya. Kicauan-kicauannya telah dihapus dan kini tinggal foto-foto
saja.
Akibat kicauannya, banyak publik yang geram dibuatnya. Ekspresi
kegeraman sekaligua mungkin juga kegelisahan ini lah yang membuat
seorang editor buku, Rahmadiyanti Rusydi membuat surat untuk Jane.
Berikut bunyi surat Dee, begitu ia akrab disapa, untuk Jane:
Hai, Mbak Jane.
Saya ikut prihatin, akibat tweet-tweet (yang menurut Mbak ditulis 7
tahun lalu), teman, kantor, bahkan keluarga Mbak terkena dampaknya.
Sudah di luar batas, kata Mbak. Padahal Mbak menulis tweet tsb saat
masih kuliah, belum menjadi wartawan dan kebebasan berpendapat di media
sosial masih sangat longgar.
Usia kuliah memang usia seru-serunya ya, Mbak. Masih muda, ekspresif,
cenderung berani. Tapi usia kuliah sudah termasuk usia dewasa lho, Mbak.
Usia yang—mestinya—sudah bisa membedakan mana yang patut dan tidak
patut. Mana kritik, mana hujatan/celaan. Mana sikap berani, mana sikap
pengecut. Usia yang—mestinya juga—sudah paham tentang kebebasan
berpendapat. Tak ada yang benar-benar bebas di kolong langit ini.
Mbak Jane, terima kasih karena Mbak telah mengingatkan saya, juga banyak
orang lainnya untuk bijak menggunakan jari kita. Untuk mengingat
orang-orang di belakang
kita (keluarga, kawan, rekan kerja) yang bisa terkena dampak dari perbuatan kita.
Saya sendiri masih suka ekspresif tuh, Mbak, ngetwit atau membuat status
yang nyerempet atau dengan kalimat kurang sopan bagi sebagian orang.
Sering juga tuh, Mbak, sudah menulis tweet/status panjang, kemudian saya
hapus, karena mikir-mikir lagi: penting nggak sih tweet tsb? Akan ada
yang tersinggung nggak? Ada yang nggak berkenan nggak? Saya juga suka
membayangkan keluarga saya—ibu, adik, kakak misalnya, apa berkenan
dengan tweet saya? Aduh, saya nggak kebayang bagaimana pendapat keluarga
saya bila saya menulis tweet seperti yang ditulis Mbak. Ibu saya pasti
sudah bilang gini, “Mending mama masukin lagi kamu ke perut!”
Oh ya, saat mau posting saya juga suka teringat anak-anak teman dan
sahabat saya yang ada di contact saya. Khawatir kalau postingan saya
tersebut tidak patut dibaca mereka. Tapi ya sudahlah ya, Mbak, nasi
sudah menjadi bubur, buburnya sudah basi. Mbak Jane juga sudah minta
maaf dan berjanji mengoreksi diri, untuk hidup lebih baik. Kalaupun ada
yang menuntut Mbak dengan UU ITE, ya Mbak harus siap. Tidak playing
victim dan membuat pernyataan bahwa tweet-tweet tsb telah dimanfaatkan
untuk bullying dan hatred. Bisa balik lagi ke Mbak lho soal bullying dan
hatred tsb.
Sekali lagi terima kasih, Mbak telah mengingatkan saya dan kita semua
bahwa kita dapat menghapus twit/status kita, mengdeactivate akun kita,
tapi kita tidak akan bisa menghapus rekaman apa yang kita lakukan (satu
huruf pun!) dalam kitab amal kita yang akan dibuka di hari pengadilan
akhir nanti (menurut agama saya).
Saya jadi ingat syair Pak Taufik Ismail yang dinyanyikan oleh alm
Chrisye. Mungkin Mbak Jane juga pernah mendengar lagu ini. Kalau belum,
saya kasi linknya. Semoga kita dapat menyelami pesan dalam lagu ini.
Ngeri ya, Mbak… di dunia kita bisa berkilah, tapi di hari akhir nanti
mulut kita terkunci. Jari kita yang pernah mengetikkan kalimat-kalimat
kotor, jahat, dan fitnah lah yang akan berbicara. Begitu juga anggota
tubuh kita yang lain. Semoga tekad Mbak mengoreksi diri diterima Tuhan.
Dan semoga saya dan kita semua benar-benar belajar dari kasus Mbak Jane.
Salam...