Tulisan seorang pemilik akun Facebook dengan nama Afi Nihaya Faradisa jadi viral.
Remaja putri yang menulis kalau ia siswi SMA Negeri 1 Gambiran Banyuwangi ini mendadak tenar.
Tulisannya bahkan dibagikan di laman Facebook capai angka fantastis padahal baru 19 jam lalu dibagikan.
Yakni hingga berita ini diturunkan ada 5.721 kali dibagikan, 1.150
Komentar dan 7,9 ribu likes serta emoticon yang menunjukkan
keterkejutan.
Kenapa terkejut?
Coba simak pemikirannya.
Tuluisan Afi sangat inspiratif dan membuat banyak orang terpana.
Aku pernah mematikan total hapeku selama 10 hari. Selama itu, aku tidak
berhubungan dengan dunia luar sama sekali. Hanya dari situ kau bisa
mengamati apa yang gadget dan koneksi internet telah renggut selama ini.
Katakanlah aku terjebak dalam sudut pandang yang menggelikan. Katakanlah
aku salah menyikapi kemajuan, tapi hal-hal ini yang telah kupelajari
dalam 10 hari. Sudahkah kau mencoba sendiri sebelum menjustifikasi?
Melalui layar 4 inchi ini, aku memang melihat dunia tanpa batas yurisdiksi.
Namun, kata orang bijak, "You are what you eat". Belakangan aku tahu
bahwa hal itu tidak hanya berlaku untuk makanan perut, tapi juga
"makanan pikiran". Apa yang telah kita masukkan dalam pikiran, jiwa, dan
hati kita selama ini menentukan seperti apa diri kita. Lalu pernahkah
bertanya, yang aku telan selama ini lebih banyak racun atau gizinya?
Pantas kalau diri kita masih gini-gini saja. Ternyata ini sebabnya.
.
Perhatikan, kondisi "sumber makanan pikiran" kita semakin tercemari.
Aku lelah menjelaskan pada satu persatu orang tentang negatifnya menyebarkan hoax dan kebohongan.
Kita juga tidak pernah kehabisan alasan untuk saling membenci. Apa-apa dijadikan 'amunisi'.
Sama-sama manusia, kalau beda negara rusuh. Sama-sama Indonesia, kalau
beda agama rusuh. Sama agamanya, beda pandangan juga rusuh. Terus gimana
nih maunya?
Padahal, kalau bukan Tuhan, lalu siapa lagi yang menciptakan SEMUA
perbedaan ini? Kalau Dia mau, Dia bisa saja menjadikan semua manusia
'serupa' dalam segala hal. Lalu, kenapa kita lancang menentang Tuhan
dengan meludahi perbedaan?
Aku sendiri tidak pernah mengunfriend yang beda pandangan, aku dan kamu
bisa bersahabat walaupun kita tidak sepakat. Pernah lihat orang yang
penuh permusuhan hidupnya tenang? Bagaimana kita berharap ada bunga yang
tumbuh di atas kawah berapi? Yang dirahmati Tuhan adalah hubungan,
bukan permusuhan.
Unity in diversity.
.
Yang aku heran, apa-apa dijadikan perdebatan. Seperti ritual medsos
tahunan, mulai dari ucapan natal, perayaan valentine, bahkan juga jumlah
peserta unjuk rasa!